Kamis, 15 Oktober 2009

Kota tua djakarta

KOTA TUA DJAKARTA


Jakarta, ibu kota Negara Republik Indonesia, sudah berumur 480 tahun. Kini Jakarta sudah mengalami banyak perubahan. Banyak bangunan tinggi modern menghiasi kota Jakarta. Nilai sejarah kota Jakarta pun semakin punah. Namun, ternyata di Jakarta masih ada bangunan kota tua yang menyimpan nilai sejarah tinggi, loh. Di antaranya ada Museum Sejarah Jakarta atau yang sering disebut Museum Fatahillah, Pelabuhan Sunda Kelapa, dan juga kawasan Jalan Kalibesar. Daerah ini menjadi saksi sejarah Indonesia terutama kota Jakarta.



Wisata budaya (cultural tourism) kini semakin mendapat tempat di hati wisatawan. Budaya selalu menjadi obyek wisata utama di seantero dunia. Namun sekitar tiga dasawarsa lalu, tren wisata budaya mulai terpecah, wisatawan mulai tertarik juga pada hasil peninggalan masa lampau yang menempel pada dinding-dinding bangunan di kota bersejarah, kota tua pada setiap negara yang mereka kunjungi. Tren wisata itu diberi nama heritage tourism atau cultural heritage tourism.

Heritage, atau warisan berupa berbagai peninggalan dalam segala bentuk, penting bukan hanya sebagai sebuah identitas kota dan negara tapi juga bernilai ekonomi serta memberi dampak sosial. Budaya merekatkan manusia untuk mencipta saling pengertian yang membawa pada kedamaian dan keharmonisan. Wisata heritage pada akhirnya juga membantu memelihara dan melestarikan heritage/warisan itu sendiri.

Di dalam setiap kota tua masih lekat menempel sejarah sang kota, perjalanan hidup kota berabad lalu masih bisa terbaca hingga detik ini melalui bangunan tua, jalur kereta api, jembatan, kanal, kuliner, folklore, tradisi dan segala yang masih terus dilestarikan.

Kerutan di wajah sebuah kota tua, yang terpelihara apik, menjadi begitu menarik dan merangsang wisatawan untuk datang, tak sekadar menjenguk, mengenang, tapi juga mencoba memahami mengapa sebuah peristiwa terjadi pada satu kurun waktu. Kemudian, bisa kekaguman yang muncul atau dalam kisah tertentu, berharap kejadian buruk di masa lalu tak terulang kembali

Warisan yang ada di setiap kota di dunia memiliki arti penting yang berbeda bagi penduduk kota itu sendiri, penduduk di negara di mana sebuah kota berada, atau bahkan bagi dunia.

Arti sebuah warisan bisa positif atau negatif. Warisan masa lalu, tak selalu berupa kejayaan yang membanggakan bagi generasi di masa kini namun seringkali juga mendatangkan rasa malu, kebencian, seperti pada masa kelam Jerman dan Eropa pada umumnya ketika Hitler berlagak menjadi Tuhan dan membantai orang Yahudi. Begitu banyak warga Jerman ingin melupakan warisan yang ditinggalkan Hitler. Tapi bagaimanapun, orang tak bisa melupakan sejarah mereka, baik yang membanggakan maupun yang memilukan.

Intinya, mereka melek heritage. Warisan berabad silam dilestarikan bukan hanya demi memenuhi rasa penasaran para turis tapi juga demi pengembangan heritage itu sendiri.

Lantas, apa kabar Jakarta? Di usia yang menjelang 500 tahun, dalam rentang waktu yang kurang dari 20 tahun ke depan, Jakarta masih saja berantakan. Sudahkah Jakarta menciptakan citranya sebagaimana kota-kota lain di dekatnya?

Kawasan bersejarah Jakarta yang sedang dalam proses dihidupkan kembali kini terkesan dhedhel dhuwel. Mandek bukan hanya karena masalah pembangunan fisik, dan pembenahan ulang -karena dalam waktu dua tahun sudah babak belur lagi sehingga harus tambal sulam- tapi juga karena tak jelas arah revitalisasi itu. Terlalu banyak kepentingan, terlalu banyak cakap, minim tindakan.

Padahal, potensi kawasan bersejarah/kota tua Jakarta tak terkatakan. Tengok saja sejarah kota ini. Bermula dari Sunda Kelapa di seputar abad 12 kemudian berganti nama menjadi Jayakarta pada 1527, berubah lagi menjadi Batavia pada 1619 di masa VOC, dan terakhir Jakarta pada 1942.

Sejarah panjang itu bermula di kawasan yang kini disebut kawasan lama atau kawasan bersejarah atau kota tua. Seluruh kawasan tempat di mana Batavia berawal ini ditetapkan sebagai situs dan dilindungi oleh SK Gubernur DKI Jakarta No 475/1993 mengenai bangunan cagar budaya di DKI Jakarta yang harus dilestarikan.

Menurut Candrian Attahiyat, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kota Tua, sesuai Peraturan Gubernur No 34 Tahun 2006 tentang penguasaan, perencanaan, penataan kota tua, luas kawasan bersejarah atau kota tua Jakarta adalah 846 hektar. Batas sebelah Selatan adalah Gedung Arsip, batas Utara adalah Kampung Luar Batang, batas Timur Kampung Bandan, dan batas Barat di Jembatan Lima.

Di kawasan itu saja ada lebih dari 200 bangunan tua yang dimiliki BUMN, DKI Jakarta, swasta, dan perseorangan. Kondisinya? Lebih banyak yang menunggu ajal.

Selain empat museum milik DKI Jakarta, Museum Sejarah Jakarta yang menempati bekas gedung balai kota di masa Batavia; Museum Wayang; Museum Seni Rupa dan Keramik; dan Museum Bahari, kawasan ini juga memiliki dua museum perbankan, Museum Bank Mandiri dan Museum Bank Indonesia.

Di seputaran bekas pusat Batavia, ada bangunan Stasiun Jakarta Kota atau Beos yang pembangunannya kelar pada 1929. Menyusur kanal membayangkan awal abad 19 di mana kawasan Kali Besar tenar sebagai pusat bisnis, bisa jadi alternatif lain. Bangunan-bangunan tua di sisi kiri dan kanan kanal menjadi saksi sebagain sejarah Jakarta.

Lebih ke Utara, ada sisa tembok Batavia, ada pula kampung yang seharusnya tetap lestari sebagai Kampung Tugu. Kampung ini masuk sebagai kawasan yang dilestarikan dalam SK Gubernur DKI No 475/1993. Disebut demikian karena, menurut Adolf Heuken, penulis sejarah Jakarta, di kawasan ini ditemukan Prasasti Tugu - peninggalan arkeologis tertua yang membuktikan pengaruh Hindu di Jawa Barat.

Di kampung ini pula para mardijkers - tahanan yang sudah dibebaskan, dimerdekakan oleh Belanda - tinggal. Mereka kebanyakan keturunan Portugis.

Gereja Tugu yang pertama kali dibangun pada 1670-an, masih berdiri di sana. Kampung ini juga menyimpan warisan kuliner seperti dendeng tugu dan pindang srani tugu yang semua sudah punah bersama punahnya Kampung Tugu. Kampung yang harusnya lestari seperti apa adanya, kini hanya menyisakan keroncong tugu. Selebihnya, kini kawasan itu jadi tempat antrean truk konteiner.

Untuk menyasar wisata kuliner, kota tua masih memiliki kawasan yang paling beken. Kawasan itu tak lain adalah Pancoran, Glodok. Ingin ke pulau, bergeser sedikit ke Teluk Jakarta ada Kepulauan Seribu dengan Taman Arkeologi Pulau Onrust - pulau yang sibuk/tak pernah istirahat - yang terdiri atas Pulau Onrust, Cipir, Kelor, dan Bidadari.


Tentu saja Indonesia tak hanya punya Jakarta. Kota-kota lain di Pulau Jawa seperti Banten, Cirebon, Bandung, Yogyakarta, Semarang hingga kota-kota di luar Pulau Jawa menyimpan warisan tersendiri

Tentu saja Indonesia tak hanya punya Jakarta. Kota-kota lain di Pulau Jawa seperti Banten, Cirebon, Bandung, Yogyakarta, Semarang hingga kota-kota di luar Pulau Jawa menyimpan warisan tersendiri.

Yang perlu diingat bahwa bahkan dari segelas bir, secangkit kopi atau teh, sepotong es krim, semangkuk soto, atau patahan tembok tua, kita bisa kembali ke ratusan bahkan ribuan tahun lalu.



2 komentar:

  1. keren deh ulasannya.. secara sabtu ini mau ke kota tua hehe...

    BalasHapus
  2. Trimakasih
    Semoga menjadi sabtu yg menyenangkan

    BalasHapus